Saat ini sangat banyak pasangan suami istri yang tinggal terpisah disebabkan oleh karena pekerjaan, studi, atau karena alasan-alasan lain. Ada yang terpisah negara, suami di Jepang, istri dan anak-anak di Indonesia ; suami di Indonesia sedangkan istri bekerja sebagai TKW di Malaysia. Ada yang terpisah pulau, suami di Kalimantan sedangkan istri di Jawa. Ada yang terpisah kota, suami di Jakarta dan istri di Surabaya, dan lain sebagainya.
Tentu saja ada berbagai kendala yang muncul akibat “cinta jarak jauh” atau LDR (long distance relationship) seperti ini. Perasaan kangen yang tertumpuk dalam waktu lama bisa menggoda kesetiaan mereka berdua. Kekosongan jiwa akibat tidak berada di dekat pasangan, bisa tergoda oleh karena adanya penyaluran kepada teman dekat yang setiap saat bertemu. Diperlu-kan energi yang sangat besar untuk tetap menjaga kesetiaan kepada pasangan dalam kondisi keterpisahan seperti ini.
Baca juga : Jangan Berhenti Memahami
Berikut saya sampaikan beberapa cara memahami realitas keterpisahan suami istri.
1) Keterpisahan harus dipahami sebagai keterpaksaan
Jangan beranggapan bahwa terpisahnya suami dengan istri adalah kelaziman. Idealnya, suami dan anak-anak. Kalaupun terpisah, itu hanya dalam hitungan jam karena suami dan istri bekerja di tempat yang berbe-da. Sesekali waktu terpisah dalam hitungan hari karena adanya tugas luar yang harus dilakukan salah satu dari mereka.
Secara umum, suami dan istri harusnya bersama-sama dalam satu rumah agar bisa melaksanakan hak dan kewajiban sebagai suami dan istri maupun sebagai orang tua. Keterpisahan bukanlah pilihan idealyang disengaja, namun merupakan keterpaksaan karena adanya tuntutan kondisi yang sulit dihindari. Apabila menganggap terpisah adalah kelaziman maka akan berdampak tidak memiliki keinginan dan proyeksi untuk berkumpul bersama keluarga.
2) Harus ada batas waktu yang jelas
Keterpisahan suami dengan istri harus ada batas waktu yang jelas, jangan sampai berpisah tempat selama-lamanya. Misalnya, terpaksa berpisah selama 2 tahun karena sang suami mengikuti pendidikan S-2 di luar negeri. Atau terpaksa berpisah selama 4 tahun karena sang istri bekerja di negara lain dalam kurun waktu tersebut. Ada hitungan waktu yang jelas sehingga bisa mengatur suasana dan perasaan pada suami dan istri.
Jika berpisah tempat antara suami dan istri tanpa memberikan definisi serta batasan yang jelas batas waktunya, akan menimbulkan suasana ketidakpastian. Ada suasana menggantung tanpa kejelasan, bagaimana status pernikahan dan keluarga yang mereka bangun. Jika sudah memiliki anak, akan membuat jarak psikologis yang semakin besar akibat berpisah lama dengan anak tanpa ada kejelasan kapan bisa berkumpul bersama.
3) Harus ada upaya bertemu
Jika terpisah dalam waktu yang lama, harus ada upava untuk tetap bertemu dalam rentang waktu tertentu. Misalnya, setiap sebulan atau dua bulan sekali suami pulang menengok istri atau istri yang menengok suami. Jangan sampai terpisah jarak dan waktu yang sangat lama, tanpa kejelasan, dan tanpa upaya untuk berjumpa.
Ada banyak keluarga jarak jauh yang memiliki tradisi PJKA (pulang Jumat kembali Ahad). Rekan-rekan yang bekerja di Jakarta sementara istri dan anak-anak di luar Jakarta, terbiasa pulang ke rumah hari Jumat selepas kantor, namun harus kembali lagi ke Jakarta hari Minggu karena Senin sudah masuk kerja lagi. Lumayan, dalam sepekan sempat bertemu istri dan anak-anak pada hari Sabtu dan Minggu.
4) Hindari perasaan nyaman saat terpisah
Jika ada perasaan lebih nyaman apabila berpisah tempat tinggal dengan pasangan, ini harus segera diterapi. Tuhan memberikan tuntunan pernika-han adalah agar masing-masing merasa tenteram dan bahagia bersama pasangannya. Dengan demikian, apabila terpisah oleh jarak dan waktu akan menyebabkan ketidaktenteraman dan ketidakbahagiaan. Mereka akan merasakan ada sesuatu yang sangat berharga hilang dari sisinya.
Ingatlah bahwa tidak ada sesuatu apa pun yang dapat digunakan untuk menggantikan perasaan nyaman berada bersama pasangan. Pelukan suami kepada istri dan pelukan istri kepada suami tidak akan pernah bisa diganti-kan oleh kemampuan teknologi. Telepon, SMS, chatting, teleconference, dan berbagai teknologi canggih lainnya tidak akan bisa menggantikan kehanga-tan pelukan pasangan.
5) Jangan kuburkan perasaan rindu
Adalah hal yang wajar dan patut disyukuri bahwa Anda memiliki perasaan rindu kepada pasangan apabila berpisah dalam waktu lama. Jangan coba-coba mengubur perasaan rindu kepada pasangan Anda karena perasaan rindu itu bisa Anda kelola menjadi energi untuk beraktivitas dengan serius dan menjadi daya dorong untuk segera pulang menengok pasangan dan anak-anak di rumah.
Perasaan rindu tidak perlu Anda sesali dan tidak perlu dilawan, nikmati saja kehadirannya. Rindu akan membakar semangat Anda untuk bekerja sebaik-baiknya demi orang-orang yang Anda cintai dan rindukan. Jangan kuburkan, jangan Anda lawan hadirnya perasaan rindu dengan berbagai aktivitas yang negatif. Nikmati perasaan rindu sebagai anugerah Tuhan dalam diri Anda.
6) Kuatkan iman, hindari godaan
Terpisah jauh dan lama dari pasangan pasti sangat banyak tantangan dan godaan. Seorang ibu rumah tangga pernah bercerita kepada saya, banyak lelaki menawarkan “jasa” untuk menemaninya saat kesepian lantaran ditinggal tugas suami dalam waktu yang lama. Jika iman tidak kuat, godaan seperti itu mudah menjerumuskan. Sang pemberi “jasa” ini tidak segan-segan menyampaikan tawaran secara vulgar.
Demikian pula suami yang berada di tempat tugas yang terpisah lama dari istri, akan banyak mendapat godaan. Jika godaan itu tidak dihindari, akan menyebabkan mudah terjebak ke dalam perselingkuhan dan penyimpa-ngan karena merasa perlu penyaluran potensi psikologis maupun biologis-nya. Seorang suami menceritakan terpaksa “jajan” untuk menyalurkan hasrat biologisnya di tempat tugas karena tidak tahan terpisah lama dari istri.
Oleh karena itu, kuatkan iman, jangan mudah tergoda oleh orang-orang di sekitar yang berlaku iseng memanfaatkan kesepian yang Anda alami. Tetaplah menjadi suami yang setia.
Sumber :Buku berjudul Wonderful Husband menjadi suami disayang istri