Sebuah negeri yang berkah adalah negeri yang aman dan menenteramkan semua penduduk yang tinggal di dalamnya, sebagaimana ungkapan, “(Negerimu adalah) negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.” (Saba’: 15)
Saba’ adalah suatu negeri yang penduduknya beriman dan banyak beramal shalih sehingga mereka dipenuhi keberkahan. Sebagian ahli tafsir mengisahkan bahwa para wanita kaum Saba’ tidak perlu memanen buah-buahan dari kebun mereka. Untuk mengambil hasil kebunnya, cukup membawa keranjang di atas kepala, lalu melintas di kebunnya maka buah-buahan yang telah masak akan berjatuhan dan memenuhi keranjangnya. Mereka tidak perlu bersusah-payah untuk memetik atau mendatangkan pekerja yang memanen buah-buahan.
Zaman dahulu di negeri Saba’ tidak ada lalat, nyamuk, kutu, atau serangga lainnya Hal itu berkat udara di negeri Saba’ yang bagus, cuaca yang bersih karena keberkahan Tuhan senantiasa meliputi mereka.
Baca juga : Ingat, Anda Adalah Teladan bagi Seluruh Anggota Keluarga!
Nabi mulia pernah memberikan gambaran tentang bumi yang dipenuhi berkah, sebagaimana sabda beliau, “Akan diperintahkan (oleh Allah) kepada bumi: tumbuhkanlah buah-buahanmu, dan kembalikan keberka-hanmu maka pada masa itu, sekelompok orang akan merasa cukup (menja-di kenyang) dengan memakan satu buah delima dan mereka dapat berte-duh di bawah kulitnya. Dan air susu diberkahi, sampai-sampai sekali peras seekor unta dapat mencukupi banyak orang, dan sekali peras susu seekor sapi dapat mencukupi manusia satu kabilah, dan sekali peras, susu seekor domba dapat mencukupi satu cabang kabilah.” (Riwayat Imam Muslim)
Inilah gambaran tentang alam yang penuh berkah. Jika tanaman diberkahi maka satu buah delima cukup mengenyangkan sekelompok orang. Apabila ternak diberkahi maka air susunya bisa mencukupi untuk diminum banyak orang. Segala sesuatu yang berkah, nilai kemanfaatannya sangat banyak dan melimpah, jauh melebihi kuantitasnya secara fisik. Maka Ibnu Qayyim menyatakan, “Tidaklah kelapangan rezeki dan amal diukur dengan jumlahnya yang banyak, tidaklah panjang umur dilihat dari bulan dan tahunnya yang berjumlah banyak. Akan tetapi, kelapangan rezeki dan umur diukur dengan keberkahannya.”
Lebih lanjut, Ibnul Qayyim menjelaskan, “Sungguh, dahulu biji-bijian, baik gandum atau lainnya lebih besar dibanding yang ada sekarang, sebagaima-na keberkahan yang ada padanya lebih banyak. Imam Ahmad telah meriwayatkan bahwa telah ditemukan di gudang sebagian khalifah Bani Umawiyyah sekantung gandum yang biji-bijinya sebesar biji kurma dan bertuliskan pada kantung luarnya, ‘Ini adalah gandum hasil panen pada masa keadilan ditegakkan.”
Negeri yang berkah adalah negeri yang aman dan menenteramkan semua penduduknya. Di sana keadilan ditegakkan serta pemimpin dan seluruh rakyatnya beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, selalu mene-bar dan menghadirkan amal saleh dalam kehidupan kesehariannya.
Luar biasa besar pengaruh kepemimpinan dengan keberkahan. Apabila para pemimpin bisa menegakkan keadilan maka masyarakat akan terpimpin dan terbiasakan hidup dalam suasana adil. Pada masa keadilan mampu ditegakkan, ternyata hasil panen melimpah ruah dan bentuk fisiknya pun lebih besar dari apa yang ada pada masa di mana keadilan tidak ditegakkan. Para ulama menggambarkan, pada zaman kekhalifahan yang adil, seperti di zaman Umar bin Abdul Aziz, bahkan binatang pun tidak ada yang berkelahi.
Jika sebuah negara dipimpin oleh para pemimpin yang gemar mengumbar hawa nafsu, mengembangkan sifat angkara murka, walaupun menutupi itu semua dengan retorika dan manajemen citra, tetap saja akan mendatang-kan banyak kesengsaraan dan penderitaan bagi masyarakat. Hukum dan keadilan dihancurkan oleh para pemimpin yang menyebabkan masyarakat berada dalam suasana ketidakamanan dan ketidakpastian. Apabila suasana tidak aman dan hukum serba fidak pasti, iklim investasi akan melemah, ekonomi akan lebih mudah terpuruk.
Suasana tidak nyaman yang dirasakan masyarakat bisa menimbulkan perasaan keputusasaan yang panjang. Dampaknya, masyarakat berada dalam suasana apatis, skeptis, dan berpotensi menumbuh suburkan bera-gam patologi sosial dalam kehidupan keseharian. Masyarakat dihinggapi oleh perasaan lemah semangat karena tidak ada harapan. Seakan semua hal serbabisa dibeli dan hanya dinikmati oleh para pemegang kekuasaan dan kekayaan. Maka bagaimana masyarakat akan melakukan aktivitas kebaikan dalam suasana seperti itu?
Wajar jika hasil panen menjadi tidak baik, musibah kerap melanda di mana-mana, kelaparan mengancam warga padahal tinggal di wilayah yang memiliki banyak tanah dan sawah. Konflik horizontal antar warga mudah meledak, dipicu oleh rasa frustrasi dan kecewa yang berkepanjangan. Itu semua karena negeri yang tidak berkah, dampak dari ulah para pemimpin yang tidak amanah dan tidak menegakkan keadilan dalam memerintah.
Maka sudah seharusnya kita sebagai bangsa yang bermartabat dan penuh kemuliaan. Pancasila telah mengajak seluruh warga masyarakat Indonesia, termasuk para pemimpin, dan harus dimulai dari para pemimpinnya untuk memenuhi konsekuensi kehidupan yang berketuhanan Yang Maha Esa, juga berkemanusiaan yang adil dan beradab. Di ujungnya bahkan dituntut
untuk memenuhi konsekuensi kehidupan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Apabila para pemimpin dan seluruh masyarakat Indonesia memenuhi konsekuensi keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta selalu menebar dan menghadirkan amal saleh dalam kehidupan keseharian maka keberka-han layak kita dambakan untuk lahir di buni Indonesia tercinta. Sebuah negeri yang oleh para pujangga diistilahkan dengan tata tentrem kerta raharja, gemah ripah loh jinawi, atau dalam bahasa lainnya baldatun thayibatun wa rabun ghafur.
Sumber :Buku berjudul Wonderful Husband menjadi suami disayang istri
Gambar : Foto oleh energepic.com dari Pexels